Jakarta - Bila sering melakukan cropping (memotong) foto untuk membuang bagian yang tidak perlu, itu hal yang lazim. Atau melakukan cropping foto untuk mendekatkan subjek dan memperkuat inti cerita, sudah kerap dipraktikan.
Akibatnya bisa bermacam-macam: lebih dramatis, lebih lugas, lebih atraktif, lebih provokatif, lebih dalam dan lebih fokus. Dalam arti lain, dengan melakukan cropping yang tepat, sang fotografer mempunyai kekuatan mengkontrol emosi dan imajinasi pembaca. Bahkan dalam foto-foto politik, croping bisa dipergunakan untuk tujuan propaganda.
Contoh paling populer yakni foto ikonik Che Guevara karya Alberto Korda. Saat itu, Korda memotret Guevara dengan baret berbintangnya bersama orang lain. Lantas foto tersebut di-crop sehingga menghasilkan headshoot Che Guevara. Foto Che Guevara ini kemudian beredar luas, dicetak di baju, mural dan berbagai media hingga jutaan kali.
Nah, bagi fotografer amatir maupun pemula sekalipun dapat melakukan hal serupa. Bahkan bila dilakukan dengan tepat, foto biasa menjadi terlihat luar biasa.
1: Saat mengintip view finder atau di LCD kamera pocket/mirrorless, pastikan sudah mempunyai gambaran cerita di otak kepala. Dengan kata lain, si juru jepret sudah memperkirakan, kira-kira apa yang akan diceritakan ke pembaca dengan foto tersebut.
Dengan gambaran dan 'skenario' khayalan itu, akan lebih mempermudah menentukan jumlah subjek dalam selembar foto. Apakah cukup satu aktor, 2 aktor, 3, atau dalam kumpulan massa yang banyak.
Pada saat itu, fotografer sudah bisa menentukan siapa-siapa yang bisa di-crop dan siapa-siapa tidak perlu di-crop. Saat sedang melakukan cropping kamera di tingkat eksekusi tersebut, fotografer ditantang untuk bergerak kesana-kemari mencari posisi, angle dan komposisi yang tepat. Kalau perlu naik pohon dan turun ke got.
2: Croping melalui lensa tele. Dengan menggunakan lensa tele, mau tidak mau fotografer sudah mengeliminir subjek lain di sisi kiri dan kanan jangkauan lensa tersebut. Alhasil, fotografer lebih mudah mengontrol cerita yang ingin disampaikan dalam sebuah foto. Gambar pun akan terlihat semakin 'padat' dan renyah untuk dilihat.
3: Menggunakan lensa dengan diafragma besar. Lensa dengan diafragma besar seperti pada bukaan f/1,8 atau f/1,2 dapat digunakan untuk mengcropping cerita dalam sebuah foto. Fotografer tinggal memfokuskan pada titik fokus cerita, maka di luar itu akan hilang dengan sendirinya akibat efek bokeh.
4. Cropping dengan efek cahaya. Melakukan cropping subjek di sekeliling subjek utama juga bisa dilakukan dengan efek cahaya. Misalkan dengan memberikan lampu flash hanya pada wajah si subjek sedemikian rupa, sehingga sekeliling subjek menjadi gelap.
Contoh lain dengan mencari subjek di bawah sinar matahari yang jatuh dari sela-sela daun menembus kabut di pagi hari. Foto-foto panggung seperti teater dan konser musik dengan tata lampu yang baik juga dapat dimanfaatkan untuk mencroping foto agar lebih dramatis.
5: Pada foto-foto yang mengandung unsur garis, patut diperhatikan apakah garis itu perlu dicrop ataukah dipertahankan. Sebab, garis itu sangat mengontrol imajinasi pembaca.
Misalkan pada foto landscape laut, garis horizon bisa dihilangkan untuk menceritakan bahwa luas laut tidak terhingga. Sementara dengan mempertahankan garis horizon, maka kesan yang ingin diceritakan bahwa luas laut itu terbatas.
(Suasana pasar Ubud pagi hari dengan memadatkan gambar (di-crop) melalui zoom lensa/dok. Ari Saputra)
(Cropping di komputer dilakukan untuk memfokuskan cerita/dok.Ari Saputra)
Sumber: http://inet.detik.com/read/2013/02/07/102635/2163543/1279/seni-cropping-foto-yang-atraktif-provokatif