Film James Bond
“Skyfall” sudah tayang di Indonesia. Dalam film ini, Agen 007 itu
bersembunyi di rumah semasa kecil di antara pegunungan Skotlandia yang
cantik. Gunung itu adalah Glen Etive, destinasi favorit wisatawan. Sama
seperti film-film Bond sebelumnya, penonton disuguhi pemandangan dari
berbagai belahan dunia, tidak hanya di Skotlandia, tapi juga di Turki,
London, hingga China. Di Inggris sendiri, film ini dijadikan sarana
promosi pariwisata Inggris guna menarik wisatawan. Bahkan negara
tetangga Indonesia, Thailand, mendapat berkah ketika salah satu tempat
wisata mereka menjadi tempat shooting film James Bond, The Man with The
Golden Gun.
Tahukah Anda, bahwa
Indonesia juga pernah dilirik produser film untuk menjadi salah satu
tempat shooting film James Bond, Tomorrow Never Dies. Sayangnya, peluang
emas untuk menarik jutaan wisatawan domestik dan asing untuk
mengunjungi bekas tapak shooting James Bond sirna begitu saja akibat
kebebalan birokrasi di negeri ini,. Tomorrow Never Dies yang dibintangi
Pierce Brosnan bersama aktor asal negeri jiran Malaysia, Michelle Yeoh,
tak pernah sekali pun mengambil setting berlatar belakang beragamnya
tempat di Indonesia meski peluang untuk itu sudah ada di depan mata.
Iman Brotoseno, salah seorang sutradara Indonesia yang juga dikenal sebagai fotografer bawah laut pernah menulis dalam blognya http://blog.imanbrotoseno.com/?p=110
mengenai gagalnya Indonesia menjadi tempat shooting film James Bond.
Ini memang tulisan lama karena Iman telah mengirim di blog-nya sejak
2007 silam, tetapi mengingat sekarang lagi demam film Skyfall, ada
baiknya kita menyimak cerita di balik gagalnya shooting James Bond di
Indonesia ini.
Iman menceritakan
bahwa dia dihubungi Nigel Goldsack, seorang teman lama yang bekerja di
EON Productions, rumah produksi yang terkenal sebagai produser resmi
film-film James Bond. Di blognya, Iman menulis, "Mereka tertarik untuk
membuat film James Bond yang berjudul Tomorrow Never Dies di Indonesia
dengan bintang Kanjeng cah bagus Pierce Brosnan yang jatmika. Mak jedug
saya terhenyak tersandar di kursi. James Bond? Shooting di Indonesia?
Ini bisa menjadi berita hebat. Maka berhubung waktu itu saya masih
bekerja pada orang, maka berita ini saya laporkan kepada boss pemilik
perusahaan."
Masih dalam tulisan
di blognya tersebut, Iman melanjutkan, "Serangkaian meeting digelar
bersama Executive Producer, Michael G Wilson yang terbang khusus dari
London. Hunting lokasi di seluruh pelosok Indonesia. Direncanakan Kapal
Perang Indonesia akan dicat menjadi Her Majesty Ship -british Navy- yang
ngapung di selat sunda dengan latar belakang Gunung Krakatau. Markas si
penjahat bisa di gunung gunung Tana Toraja, atau sekitar candi-candi
Jawa Tengah. Ingat adegan James Bond meluncur melorot melalui banner
dari puncak gedung imperium bisnis si penjahat? Tadinya direncanakan
akan memakai Gedung Kota BNI di Jalan Sudirman. Tak ketinggalan James
Bond mengendarai BMW canggih ciptaan Mr.Q akan kejar kejaran di
seputaran kota tua Jakarta."
Menurut Iman, jika
memang terlaksana, stasiun televisi swasta Indonesia pasti akan bersaing
mendapatkan hak eksklusif penyiaran The Making of Tomorrow Never Dies
selama di Indonesia. "Mata dunia akan serta-merta mengunjungi Indonesia,
tentu saja sektor pariwisata akan berbunga-bunga. Promosi pariwisata
bisa berjalan pararel dengan media film. Thailand menjadi bertambah
ramai setelah syuting James Bond Man with golden gun. Menara Petronas
menjadi populer ketika The Entrapment—Sean Connery dan Chaterine Zeta
Jones—shooting di sana.
"Kita tak akan pernah tahu eksotisnya Kepulauan Karibia tanpa melalui film-film yang mengambil setting di sana," tulis Iman.
"Sayangnya,
pemerintah, tepatnya birokrasi di pemerintahan kita, tak melihat peluang
bagus di depan mata mereka. Iman menulis, "Namun, Indonesia tetap
ngindonesiana yang selalu ragu dan nggak mutu dalam melihat sebuah
peluang emas. Gubernur Jakarta tidak pernah mengeluarkan perizinan untuk
memakai ruang publik. Panglima Armada Barat lebih suka kapal perangnya
yang tua karatan bersandar di pelabuhan Tanjung Priok--karena tidak ada
dana operasional--daripada disewakan. Tentu saja puncaknya, top of the
top, sambutan Dirjen Pariwisata waktu itu Bapak Andi Mapasameng yang
menerima audiensi kita. Dengan wajah yang kurang ramah, yang mungkin
kurang tidur karena sibuk bagaimana meningkatkan kunjungan wisatawan ke
Indonesia. Ekspresi wajahnya tetap datar, walau pihak London telah
memaparkan akan menghabiskan biaya sekitar 70 juta dollar untuk budget
produksi di sini. Dari biaya perizinan, lokasi, setting, peralatan, art
department, termasuk penyerapan tenaga kerja lokal, katering, hotel,
crew, figuran sampai tukang angkut."
Iman dalam blog—nya
mengingat betul ucapan sang dirjen saat audiensi. "Ujung ujungnya bapak
dirjen nyeletuk setelah diterjemahkan— "Saya nggak suka tuh Film James
Bond, tidak masuk akal ceritanya!"
"Kita adalah bangsa
yang rasional dan selalu mengangkat cerita film berdasarkan aspek
kehidupan nyata. 'Gombalmukiyo bangsa yang rasional! Mendadak saya
mengkeret. Lemas, dan malu terhadap tamu-tamu. Bukankah sebagai
pengambil keputusan tertinggi di bawah Menteri, seharusnya beliau lebih
ramah, dan kalau perlu kempus dan ndobos. Sebagai satrio pinilih bidang
pariwisata, semestinya beliau sadar bahwa ini potensi luar biasa corong
pariwisata Indonesia," tulis Iman.
Saat makan malam
perpisahan di Regent Hotel (sekarang menjadi Four Season), Nigel, hanya
berkomentar singkat. "Your country never change.” Di akhir tulisanya,
Iman seperti juga banyak di antara kita yang sering kali menyesalkan
tindakan tak produktif pejabat, menyesali sembari mengajak para pembaca
blognya merenung. "Akhirnya mereka kembali shooting di Thailand dan
Kamboja. Sampai sekarang setiap saya menonton James Bond, saya selalu
trenyuh dan teringat kasus ini. Hilang sudah kesempatan melihat Michelle
Yeoh—yang sekarang menjadi duta wisata Malaysia—secara langsung di
sini. Siapa tahu kita bisa lebih dulu mencuri Michelle Yeoh menjadi duta
wisata kita dengan slogannya yang dahsyat 'Truly Indonesia'," tulis
Iman kala itu.
Sumber: http://www.menjelma.com/2012/11/wow-ternyatawow-ternyata-indonesia.html