Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akhirnya merampungkan RPM SMS Premium dan Konten Digital. Nah, setelah draft aturan ini diselesaikan banyak pihak yang kemudian bertanya-tanya, apakah pencurian pulsa takkan terjadi lagi?
Pertanyaan ini juga yang kemudian coba disodorkan detikINET kepada Syukri Batubara, Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo saat ditemui di sela peresmian Desa Informasi di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
Namun sebelum dijawab, Syukri sedari awal menolak jika kalimat yang digunakan adalah 'pencurian pulsa'. "Oh itu bukan pencurian pulsa, bukan itu, tapi pemotongan pulsa tanpa hak," kilahnya.
Entah apa alasan Syukri menyebut demikian. Padahal kasus pemotongan pulsa tanpa hak yang dimaksudnya sudah sampai diusut Mabes Polri. Ya, meski kasusnya sampai sekarang juga tak jelas nasibnya, namun sebelumnya sudah ada beberapa tersangka yang ditetapkan.
Terlepas dari itu, yang pasti RPM SMS Premium dan Konten Digital yang tengah diuji publik ini dipercaya bakal menghadang praktek-praktek ilegal di industri konten. Seperti aksi pemotongan pulsa tanpa hak seperti yang dikatakan Syukri.
"Dengan perombakan total terhadap RPM ini, kita berusaha menghindari terjadinya pemotongan pulsa tanpa hak," ujarnya.
Masih menurut Syukri, aturan yang menjadi payung hukum SMS Premium dan Konten Digital bukan cuma sekadar direvisi. "Tapi dirombak total!" tegasnya.
Izin CP Diperketat
Ya, memang Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto sebelumnya mengatakan bahwa nantinya izin bisnis content provider (CP) akan diperketat lewat aturan baru dengan nama resmi RPM tentang Penyelenggaraan Jasa Penyediaan Konten Pada Jaringan Telekomunikasi Bergerak Seluler dan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas itu.
Sebab nantinya, bila CP ingin meminta izin operasi, maka pemberian izin dilakukan melalui dua tahapan, yakni izin prinsip dan izin penyelenggaraan.
Permohonan izin diajukan kepada Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, untuk kemudian akan dievaluasi, dengan melampirkan akta pendirian badan hukum, NPWP, pengesahan pendirian badan hukum, profil badan hukum, rencana usaha (business plan), dan MoU (nota kesepahaman) antara Penyelenggara Jasa Penyediaan Konten dengan Penyelenggara Jaringan.
Setelah itu, berdasarkan hasil evaluasi dan jika dianggap memenuhi persyaratan dalam evaluasinya, akan diterbitkan izin prinsip dalam bentuk sertifikat izin prinsip.
Lalu selesai? Ternyata belum. Karena, setelah izin prinsip, akan diterbitkan izin penyelenggaraan jasa penyediaan konten, setelah pemilik izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi dan penyelenggara mengajukan permohonan izin penyelenggaraan.
Selain itu, bila dahulu CP hanya menyelenggarakan konten berdasarkan kerjasama dengan operator. Maka di aturan baru ini ada dua cara penyelenggara jasa premium bisa menyelenggarakan bisnisnya.
Pertama, penyelenggaraan jasa penyediaan konten dilakukan oleh penyelenggara jasa penyediaan konten yang merupakan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, yang terdiri atas badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan koperasi.
Kedua, penyelenggaraan jasa penyediaan konten dapat dilakukan juga oleh penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara jaringan tetap lokal dengan mobilitas terbatas, instansi/lembaga pemerintah, perguruan tinggi/sekolah, dan atau komunitas yang berbadan hukum.
Di draft tersebut, definisi penyelenggaraan jasa penyediaan konten diartikan kegiatan usaha penyediaan konten yang penyelenggaraannya dilakukan melalui jaringan bergerak seluler atau jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas.
Sumber: http://inet.detik.com/read/2012/11/30/153545/2106217/328/aturan-sms-premium-dirombak-pencurian-pulsa-hilang?i991102105